Aliran Pemikiran Rasionalisme, Empirisme, Dan Kombinasi Antara Keduanya
Filsafat adalah
bagian dimana didalamnya dibahas tentang berbagai macam solusi dari
problematika tentang hakikat ilmu sebenarnya. Filsafat merupakan pandangan
hidup seseorang tentang suatu konsep dasar yang dimiliki manusia dalam
bertindak atau menjalani kehidupan. Sedangkan ilmu merupakan pengetahuan
tentang suatu fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan
masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa
setiap ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi objek kajian
dari ilmu terkait.
Peran filsafat
sebagai acuan dan tujuan dalam melaksanakan sesuatu. dengan fungsi memberikan petunjuk dan arah
dalam perkembangan keilmuan. Sehingga
dalam berfilsafat, seseorang harus mampu untuk berfikir secara mendasar,
menyeluruh, dan spekulatif. Karena dari rasa ingin tahu akan membuat
seseorang mengerti, dan dari rasa ragu-ragu akan menuntun seseorang mencari
sebuah kepastian.
Adapun aliran pemikiran tentang pengetahuan yang
berkembang di masyarakat, yaitu:
Rasionalisme
A. Pengertian
Merupakan
corak berpikir yang sangat menjunjung tinggi kemampuan akal yang rasional dan
logis sehingga dapat diterima oleh akal sehat. Dimana akal sebagai landasan
dalam memperoleh pengetahuan. aliran ini juga menegaskan bahwa untuk sampai
kepada kebenaran, maka caranya adalah hanya dengan akal. Aliran ini memiliki
konsep yaitu meragukan segala sesuatu hingga akal mampu menganalisis suatu hal
yang mereka ragukan itu hingga akhirnya meyakininya.
B.
Tokoh Rasionalisme
-
PLATO (500 SM) “Pengetahuan diperoleh dari renungan ide-ide”.
Plato
adalah seorang filsuf Yunani klasik, matematika, mahasiswa Socrates, penulis
dialog filosofis dan pendiri Academy di Athena, lembaga pendidikan tinggi
pertama di dunia barat. Plato memberikan gambaran klasik dan
rasionalisme. Dalam sebuah dialog yang disebut Meno, dia berdalil, bahwa untuk
mempelajani sesuatu, seseorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum
diketahui. Tetapi, jika dia belum mengetahui kebenaran tersebut, bagaimana dia
bisa mengenalinya? Plato menyatakan bahwa seseorang tidak dapat mengatakan
apakah suatu pernyataan itu benar kecuali jika dia sebelumnya sudah tahu bahwa
itu benar. Kesimpulannya adalah bahwa manusia tidak mempelajari apa pun; ia
hanya “teringat apa yang telah dia ketahui”. Semua prinsip-prinsip dasar dan
bersifat umum sebelumnya sudah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indera
paling banyak hanya dapat merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap
pengetahuan yang selama itu sudah berada dalam pikiran.
Teori pengetahuan Plato kemudian diintegrasikan dengan pendapatnya tentang
hakekat kenyataan. Menurut Plato kenyataan dasar terdiri dari idea atau
prinsip. Idea ini disebutnya bentuk Keindahan, kebenaran, keadilan adalah salah
satu dan bentuk yang berada secara mutlak dan tidak berubah kapan pun dan bagi
siapa pun. Manusia dapat mengetahui bentuk-bentuk ini lewat proses intuisi
rasional yakni suatu kegiatan yang khas dan pikiran manusia. Bukti bahwa bentuk
ini ada didasarkan pada kenyataan bahwa manusia dapat menggambarkannya. Jadi,
Plato memandang pengetahuan sebagai suatu penemuan yang terjadi selama proses
pemikiran rasional yang teratur.
-
RENE DESCARTES (1596-1650) “Saya berfikir maka
saya ada”
Descartes adalah
tokoh awal yang membuat paradigma lain atau berbeda dengan paradigma keilmuan
para filosof sebelumnya, dengan konsep meragukan segala sesuatu yang dapat
diragukan. Ia menyebut bahwa akal (rasionalitas) adalah sumber pengetahuan yang
mencukupi dan dapat dipercaya. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal
yang akan memenuhi syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Akal
dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri yaitu atas dasar asas-asas
pertama yang pasti. Gagasan Descartes Ini terlihat begitu kuatnya ia
mengandalkan akal secara mutlak.
Descartes dianggap sebagai “Bapak” Filsafat Modern. Menurut
Bertrand Russel, karena dialah orang pertama pada zaman modern itu yang
membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh
pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad pertengahan yang
menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat
haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya.
karyanya
Anaximenes Discourse on Methode yang menjelaskan perlunya memperhatikan
empat hal berikut ini:
- Tidak menerima sesuatu apa pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
- Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
- Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
- Dalam proses pencarian dan penelaahan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita menjadi yakin bahwa tidak ada satu pun yang terabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu.
Atas
dasar aturan-aturan itulah Descartes mengembangkan pikiran filsafatnya.Ia
meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Pertama-tama ia mulai meragukan
hal-hal yang berkaitan dengan panca indera. Ia meragukan adanya badannya
sendiri. Keraguan itu dimungkinkan karena pada pengalaman mimpi, halusinasi,
ilusi dan pengalaman tentang roh halus, ada yang sebenarnya itu tidak
jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah
dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi, seolah-olah seseorang
mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi. Begitu
pula pada pengalaman halusinasi, ilusi dan hal gaib. Tidak ada batas yang tegas
antara mimpi dan jaga. Oleh karena itu, Descartes berkata, ”Aku dapat meragukan
bahwa aku di sini sedang siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu
karena kadang-kadang aku bermimpi persis sepeti itu, padahal aku ada di tempat
tidur sedang bermimpi”. Jadi, siapa yang dapat menjamin bahwa yang sedang kita
alami sekarang adalah kejadian yang sebenarnya dan bukan mimpi?..
Empirisme
A. Pengertian
Empirisme adalah suatu doktrin
filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan
pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil
dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin,
empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa
rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa rasionalisme
dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai
empirisme.
B. Tokoh Empirisme
-
JOHN LOCKE (1632-1704)
Pengetahuan diperoleh dari
pengamatan indera à Pikiran tidak lebih dari
sehelai kertas kosong yang hanya dapat
diisi dengan keinderaan. à Pengetahuan secara
induktif
Menurut
Locke seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Locke berpendapat
bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu
belum berfungsi atau masih kosong diibaratkan seperti sebuah kertas putih (tabula rasa)
yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia
itu. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia
menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah
pengalaman.
Adapun
ragam pengalaman manusia menurut Locke dibedakan menjadi dua macam pengalaman
manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan
pengalaman batiniah (internal sense atau reflection).Pengalaman lahiriah adalah
pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material
yang berhubungan dengan panca indra manusia.Sedangkan pengalaman batiniah
terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan
cara ‘mengingat’, ‘menghendaki’, ‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua bentuk
pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Jalan ketiga /
Kombinasi Antara Rasionalisme dan Empirisme
-
Tokoh
Jalan Ketiga
IMMANUEL KANT (1737-1804)
“ Semua pengetahuan mulai dari
pengalaman, tetapi tidak seluruhnya berasal dari pengalaman. Gambaran yang kita
miliki dibuat oleh akal pikiran dari bahan tak teratur yang disajikan oleh indera.”
Immanuel Kant seorang filsuf termasyhur dari Jerman memiliki tiga pokok pemikiran antaralain :
1.
Panca indera, akal
budi dan rasio. Kita sudah tahu tentang arti empirisme yang
mementingkan pengalaman inderawi dalam memperoleh
pengetahuan dan rasionalisme yang mengedepankan penggunaan rasio dalam
memperoleh pengetahuan, tetapi rasio yang kita ketahui adalah sama dengan akal
dan logis, namun Kant memberi definisi berbeda. Pada Kant
istilah rasio memiliki arti yang baru, bukan lagi sebagai langsung kepada
pemikiran, tetapi sebagai sesuatu yang ada “di belakang” akal budi dan
pengalaman inderawi. Dari sini dapat dipilah bahwa ada tiga unsur: akal
budi (Verstand), rasio (Vernunft),
dan pengalaman inderawi.
2.
Dalam filsafatnya Kant mencoba untuk mensinergikan
antara rasionalisme dan empirisme. Ia bertujuan
untuk membuktikan bahwa sumber pengetahuan itu diperoleh tidak hanya dari satu
unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi dan akal budi.
Pengetahuan a-priori merupakan jenis pengetahuan yang
datang lebih dulu sebelum dialami, seperti misalnya pengetahuan akan bahaya,
sedangkan a-posteriori sebaliknya yaitu dialami dulu
baru mengerti misalnya dalam menyelesaikan Rubix
Cube. Kalau salah satunya saja yang dipakai misalnya hanya empirisme
saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan yang
diperoleh tidaklah sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan
bahwa pengetahuan merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.
3. Dari
sini timbulah bahwa Kant adalah seorang Kopernikan
dalam bidang filsafat. Sebelum Kant, filsafat
hampir selalu memandang bahwa orang (subjek) yang mengamati objek, tertuju pada
objek, penelitian objek dan sebagainya. Kant
memberikan arah yang sama sekali baru, merupakan kebalikan dari filsafat
sebelumnya yaitu bahwa objeklah yang harus mengarahkan diri kepada subjek. Kant
dapat dikatakan sebagai seorang revolusioner karena dalam ranah pengetahuan
ia tidak memulai pengetahuan dari objek yang ada tetapi dari yang lebih dekat
terlebih dahulu yaitu si pengamat objek (subjek).
Dengan ini tambah lagi salah satu fungsi
filsafat yaitu membongkar pemikiran yang sudah dianggap mapan dan
merekonstruksikannya kembali menjadi satu yang fresh, logis, dan
berpengaruh.
0 komentar:
Posting Komentar