A.
Metodologi
Menurut Max Weber, sosiologi adalah ilmu yang berhubungan
dengan pemahaman interpretative dimaksudkan agar dalam menganalisis dan
mendeskripsikan masyarakat tidak sekedar yang tampak saja, melainkan dibutuhkan
interpretasi agar penjelasan tentang individu dan masyarakat tidak keliru.
Weber merasa bahwa sosiolog memiliki kelebihan daripada ilmuwan alam.
Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan sosiolog untuk memahami fenomena
sosial, sementara ilmuwan alam tidak dapat memperoleh pemahaman serupa tentang
perilaku atom dan ikatan kimia. Pemikiran Weber tentang verstehen (Sosiologi
Interpretatif) lebih
sering ditemukan di kalangan sejarawan Jerman pada zamannya dan berasal dari
bidang yang dikenal dengan hermeneutika
( Martin, 2000;Pressler dan Dasilva, 1996).
Hermeneutika adalah pendekatan khusus terhadap pemahaman dan
penafsiran tulisan-tulisan yang dipublikasikan. Tujuannya adalah memahami
pemikiran pengarang maupun struktur dasar teks. Weber dan lainnya berusaha memperluas
gagasannya dari pemahaman teks kepada pemahaman kehidupan sosial : memahami
aktor, interaksi, dan seluruh sejarah manusia. Satu kesalahpahaman yang sering
terjadi menyangkut konsep verstehen
adalah bahwa dia dipahami sekedar sebagai penggunaan “intuisi”, irasional, dan
subyektif. Namun secara kategoris Weber menolak gagasan bahwa verstehen hanya melibatkan intuisi,
keterlibatan berdasarkan simpati, atau empati. Baginya, verstehen melibatkan penelitian sistematis dan ketat dan bukannya
hanya sekedar merasakan teks atau fenomena sosial.
Bagi Weber verstehen adalah prosedur studi yang rasional.
Sejumlah orang menafsirkan verstehen,
pernyataan-pernyataan Weber, tampaknya terbukti kuat dari sisi penafsiran level
individu terhadap verstehen. Namun
sejumlah orang juga menafsirkan bahwa verstehen
yang dinyatakan oleh Weber adalah sebagai teknik yang bertujuan untuk memahami
kebudayaan. Seiring dengan hal tersebut, W.G. Runciman (1972) dan Murray Weax
(1967) melihat verstehen sebagai alat
untuk mempelajari kebudayaan dan bahasa tertentu (M. Siahaan, 1986).
B. Sosiologi Substantif
Max Weber berpendapat bahwa Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari
pemahaman interpretasi dari tindakan sosial serta penjelasan eksplanatif dari
praktek dan konsekuensinya. Tujuan yang ingin dicapai Max Weber, pertama ia ingin agar ilmu sosial
dapat memahami keunikan dari karakter masyarakat barat yang modern. Kedua,
Weber ingin mengkonstruksi konsep abstrak yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan, memberikan pengertian terhadap masyarakat modern.
Max Weber
Berkata bahwa Sosiologi
bukanlah ilmu moral, karena itu tidak dapat mengidentifikasi secara ilmiah
norma yang tepat, nilai, dan tindakan. Sosiologi juga berperan dalam
meningkatkan perkembangan kehidupan sosial dari manusia melalui proses
rasionalisasi, dimana sosiologi yang bebas nilai berkontribusi terhadap
penjelasan terhadap proses historis dan kejadian dimana keajaiban dan
kepercayaan irasional lainnya digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa
menjadi tidak diterima oleh masyarakat. Karena itu sosiologi juga berperan
dalam menyediakan informasi kepada setiap orang dalam mengambil keputusan.
Weber juga berargumentasi bahwa ilmu sosial berbeda dengan ilmu alam karena
aspek esensialnya adalah “penjelasan kausal dari suatu konsekuen.”
Tipe ideal klasifikasi dapat
dimaksudkan pengelompokkan/ klasifikasi
dari tindakan sosial yang dilakukan hampir setiap individu.
1. Tindakan rasional instrumental,
dimana seseorang biasanya secara sistematis menggunakan pengetahuannya sebagai
suatu ‘means’ untuk mendapatkan hasil yang sudah dikalkulasikan dari aktor
tersebut.
contohnya : dalam suatu organisasi setiap indivdu yang
menempati satu bagian pada kepengurusan, maka individu tersebut akan berperan
sesuai fungsinya tersebut.
2. Tindakan rasional nilai, tindakan
berdasarkan orientasi nilai tidak mementingkan pada kemungkinan sukses,
tindakan ini didalamnya berlaku perintah dan permintaan.
contohya : seseorang yang rajin
pergi ke Gereja untuk mengikuti misa agar mendapatkan ketenangan batin.
3. Tindakan tradisional, dimana tindakan
ini dalam konteks sosial, kepercayaan dan nilai yang sudah mapan dalam suatu
masyarakat, maka individu didalamnya tidak mempunyai banyak pilihan untuk
bertindak dan menjadi makhluk dari struktur normatif yang terikat kepada kestabilan
dan kekohesivan kelompok.
contohnya : seseorang yang bersuku bangsa Jawa dan tinggal
di Jawa sejak kecil, maka bagi dia etika Jawa sudah menjadi kebiasaan,ketika ia
pergi ketempat lain yang tidak menganut kebudayaan Jawa, tapi individu tersebut
tetap menerapkan kebudayaan Jawa sebagai suatu kebiasaan.
4. adalah afeksi, dimana perilaku
dideterminasi oleh emosi individu kepada situasi yang diberikan.
misalnya : seorang ibu yang menyelamatkan anaknya ketika ia
mengetahui anaknya terjebak dalam kebakaran tanpa memperhatikan keselamatan
diri sendiri.
Substansi
lainnya yang terformalkan dari otoritas rasional legal adalah birokrasi. Menrut Weber, birokrasi merupakan wujud dari
rasionalisasi manusia untuk mempermudah hidupnya karena menurut dia birokrasi
yang ada pada saat itu tidak efisien, dan menghabiskan waktu. Birokrasi tersebut mempunyai beberapa karakteristik
dan tipe ideal – pembagian kerja, spesialisai, hirarki otoritas, peraturan
formal, impersonal, dan juga objektif -.Kebutuhan akan perangkat yang
mempermudah kehidupan manusia ini juga merupakan hasil dari proses
rasionalitas, yang mana intinya adalah efisiensi dan efektifitas, dan dimaksudkan
dengan adanya organisasi birokrasi yang ideal dapat mempermudah manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Administrasi birokrasi secara esensial termasuk
naplikasi rutin dari peraturan umum ke kasus spesifik yang dilaksanakan
anggotanya melalui tindakan dan kapasitas dengan menggunakan otoritas dan
sumber lainnya yang secara spesifik dialokasikan untuk suatu tujuan.
C.
Kritik Atas Teori Kritik Max Weber
Kritik terhadap konsep birokrasi
Weber muncul dari R. V. Presthus.
Presthus mengamati kecenderungan birokrasi di negara-negara non Barat. Presthus
menganggap bahwa konsep birokrasi Weber belum tentu cocok bagi lingkungan non
barat. Salah satu contohnya adalah ia menemukan bahwa pada industri batubara di
Turki, dorongan-dorongan ekonomis dan material untuk melakukan usaha tidaklah
seefektif dengan mereka yang mengusahakan hal yang sama di Barat. Pola perilaku masyarakat Turki dan pola perilaku masyarakat di Barat, terdapat perbedaan yang mendasar.
Teori birokrasi Weber
tepatnya tipe ideal birokrasi memang
belum tentu cocok
untuk diterapkan di semua
negara. Karena perilaku
setiap warga negara atau
birokrat disetiap negara
tentu saja berbeda. Karakter ideal
Weber cenderung otoritatif, dan menurut Weber
bahwa birokrasi itu
adalah organisasi rasional yang
dibentuk untuk memperlancar aktivitas pemerintahan, maka birokrasi
Indonesia jauh dari
kesan tersebut, bahkan timbul
persepsi negative dari
masyarakat bahwa birokrasi
merupakan prosedur yang
rumit dan berbelit-belit jauh
dari kesan organisasi
rasional.
Dalam stuktur karier
yang Weber kemukakan
dalam karakteristik ideal
birokarasi menyatakan bahwa
System promosi yang
didasrkan pada senioritas
atau prestasi atau
kedua-duanya. Weber hanya memaparkan
mengenai idealnya karateristik
suatu birokrasi tanpa
menyertakan berbagai kendala
yang akan di
hadapi berserta alternative
lainnya yang membuat
birokarasi tetap ideal
mengingat akan sulit
untuk mencapai semua
yang dirumuskan oleh
Weber.
ANALISIS KRITIS
Dalam pernyataan yang
kemukakan oleh Max Weber kami kurang sepaham atas pernyataan yang mengatakan
bahwa “Sosiologi bukanlah ilmu moral, karena itu
tidak dapat mengidentifikasi secara ilmiah norma yang tepat, nilai, dan
tindakan”. Sosiologi
menurut kami merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan masyarakat dimana dari
mempelajari kehidupan masyarakat itu sendiri kita dapat mempelajari
karakter-karakter dari individual yang akan membuat kita bisa mendeskripsikan
akan moralitas kehidupan masyarakat dari individual-individual di dalamnya.
Dalam
mempelajari kehidupan masyarakat hal pendukung yang bisa menjadi penguat adalah
sosiologi juga mempelajari Etika-etika dan prilaku masyarakat sehingga dapat
dikaitkan pula dengan norma, nilai dan tindakan akan individual-individual
dalam bermasyarakat. Dan Max Weber berargumen bahwa sosiologi tidak sama dengan
ilmu alam, menurut kami ilmu sosiologi sama saja dengan ilmu alam karena dalam
mempelajari kehidupan masyarakat sosiolog akan banyak menemui hal-hal tertentu
atau bisa dikatakan pengalaman dan dari pengalaman dalam berinteraksinya dengan
masyarakat dapat digunakan sebagai tambahan wawasan dalam mempelajari beberapa
hal (karena berasal dari ilmu alam dan pengalamannya).
DAFTAR PUSTAKA
Irving M. Zeihin. 1995. Memahami Kembali Sosiologi, Kritik Terhadap
Teori Sosiologi Kontemporer.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
M. Siahaan, Hotman. 1986. Pengantar
ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
Ritzer,George dan Douglas J.
Goodman.m 2008.Teori Sosiologi Klasik . Yogyakarta:Kreasi Wacana.
terima Kasih sangat bermanfaat sekali
BalasHapus