4/11/2014

“TEORI KRITIK EMILE DURKHEIM”



EMILE DURKHEIM
Emile Durkheim lahir di Epinal, Provinsi Lorraine, Perancis Timur pada tanggal 15 April 1858. Durkheim boleh disebut sosiologi pertama yang sepanjang hidupnya menempuh jenjang ilmu sosiologi yang paling akademis. Dialah juga yang memperbaiki metode berfikir sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi sosiologi akan menjadi ilmu pengetahuan yang benar katanya apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat di observasi.

 Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division Of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Socological Method. Tahun 1896 diangkat menjadi profesor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang ilmu sosial.

A.    Kritik atas teori kritik Karl Marx

Emile Durkheim mengkritik atas teori Karl Marx tentang teralienasi (keterasingan). Keterasingan menjadi titik sentrum konseptualisasi masyarakat yang digagasnya. Bahkan relasi manusia dengan agama bagi Marx adalah sebuah wujud keterasingan manusia dengan dirinya sendiri. Marx mengatakan bahwa agama merupakan penciptaan dari rekayasa imaji manusia karena Marx menginginkan dirinya dapat ditolong oleh yang dianggapnya illahi, sebuah entitas yang disembahnya, untuk mewujudkan keinginan dan fenomena alam lainnya. Marx mengatakan bahwa hal ini menjadi wujud ketidakpercayaan dirinya untuk menyelesaikan urusan-urusan hidup sehingga perlu bantuan bahkan menggantungkan pada hal yang disembahnya sebagai hasil ciptaan imajinasinya. 

Menurut Emile Durkheim membayangkan bahwa sembahan-sembahan manusia dari riset yang telah dilakukannya adalah hasil penciptaan atas pembayangan manusia terhadap apa yang disebut Tuhan. Tuhan menciptakan manusia, bukan manusia yang menciptakan Tuhan layaknya sembahan agama duniawi (helenis) seperti patung, matahari, api, dll. Penggantungan diri terhadap Tuhan dalam konsepsi Islam sendiri bukanlah manifestasi keterasingan dari diri kemanusiaan sendiri, melainkan titik final dan entitas yang menyertai adanya ikhtiar atau usaha.

B.     Fakta Sosial

Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :

1.   Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum.

2.   Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan opini.

Secara garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe yakni struktur sosial dan pranata sosial. Sifat dan hubungan dari fakta sosial inilah yang menjadi sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma fakta sosial. Secara lebih terperinci fakta sosial itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai keluarga, pemerintah, dsb.

C.    Pembagian Kerja
Masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka akan tergantung satu sama lain. Durkheim berpendapat, ”fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya”. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih. Oleh karena itu Durkheim membagi solidaritas menjadi solidaritas mekanis dan solidaritas organis.
Perbedaan antara mekanis dan organis diantaranya solidaritas mekanis dicirikan dengan masyarakat tradisional, tersegmentasi, hukum represif dan kesadaran kolektifnya yang tinggi. Sedangkan solidaritas organis dicirikan dengan masyarakat modern, terdiferensiasi, hukum restitutif, dan spesialisasi. Dalam The Divison of Labor, Durkheim menggunakan ide patologi untuk mengkritik beberapa bentuk “abnormal” yang ada dalam pembagian kerja masyarakat modern, yaitu :
1.   Pembagian kerja anomik
Adalah tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang menghargai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberitahu masyarakat tentang apa yang harus mereka kerjakan.
2.   Pembagian kerja yang dipaksakan
Patologi kedua ini merujuk pada fatwa bahwa norma yang ketinggalan zaman dan harapan bisa memaksa individu, kelompok dan kelas masuk ke dalam posisi yang tidak sesuai bagi meraka. Tradisi, kekuatan ekonomi atau status bisa menjadi lebih menentukan pekerjaan yang akan dimiliki ketimbang bakat dan kualifikasi.
3.   Pembagian kerja yang terkoordinasi buruk
· Bunuh Diri (Suicide)
Teori bunuh diri Durkheim bisa dilihat ketika pembaca mencermati hubungan jenis-jenis bunuh diri dengan dua fakta social utamanya yaitu integrasi dan regulasi. Integrasi merujuk pada kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat. Regulasi merujuk pada tingkat paksaan eksternal yang dirasakan oleh individu. Durkheim menyimpulkan bahwa faktor terpenting dalam perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial.

Empat jenis bunuh diri, diantaranya adalah :
1.      Bunuh diri Egoistis
Masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit social yang luas. Lemahnya integrasi tersebut melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat dan masyarakat bukan pula bagian dari individu.
2.      Bunuh diri Altruistis
Bunuh diri tipikal ini terjadi ketika integrasi yang terjadi begitu kuat. Contohnya adalah para samurai Jepang yang memilih bunuh diri dengan cara harakiri dan dalam kasus mati syahid para pelaku bom di TimTeng.
3.      Bunuh diri Anomik
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi masyarakat terganggu. Gangguan tersebut membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya control terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Contohnya adalah ketika seseorang kehilangan pekerjaan (maka, disisi lain ia kehilangan dan terlepas regulasi yang biasa mengatur dirinya) dan kemudian rentan terhadap arus anatomi yang bisa saja menyeret dirinya untuk melakukan bunuh diri.
4.      Bunuh diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Contohnya adalah bunuh diri yang dilakukan oleh seorang budak karena putus asa akan regulasi yang setiap saat menekan hidupnya.
Maka Emile Durkheim menunjukkan kewajiban moral tersebut sebagai salah satu sumber terpenting dalam solidaritas karena pada dasarnya manusia hidup yang saling bergantung sehingga perlu adanya aturan-aturan yang mengatur hubungan masyarakat.
D.    Bentuk Dasar Kehidupan Religius
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat).
Agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah kembali.
E.     Pemujaan Individu
Didalam diri manusia terdapat dua hakikat (homo duplex), yaitu (1) didasarkan pada individualitas tubuh manusia yang terisolasi, dan (2) hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang merupakan nilai tertinggi dan merepretasikan segala sesuatu yang deminya, manusia rela mengorbankan kedirian dan kepentingan jasmaniah manusia sendiri.
Pengertian tentang individualitas berkembang sebagaimana berkembangnya masyarakat. Hal ini terjadi dengan pembagian kerja yang memahami diri manusia sebagai bagian dari individu. Ketika manusia sadar tentang individu manusia itu sendiri, kebutuhan dan hasrat non-sosial tersebut adalah egoisme. Dipihak lain, individu yang menjadi representasi kolektif dan oleh karena itu mengikat harapan kohesi sosial disekitar ide individualitas disebut individualitas moral. Homo duplex merepresentasikan perbedaan antara mengejar ego dan hasrat individualis yang manusia percaya bahwa semua orang memiliki keadaan yang sama.

F.     Pendidikan Moral dan Reformasi Sosial


Program reformasi dan pendekatan reformis Durkheim berkaitan dengan keyakinannya bahwa masyarakat adalah sumber moralitas yang ditentukan oleh fakta bahwa masyarakat perlu memiliki kemampuan untuk saling menghasilkan tuntutan moral bagi individu.
Moralitas bagi Durkheim memiliki tiga komponen, yaitu :
1.   Disiplin
Otoritas yang menghalangi dorongan-dorongan idiosinkratis.
2.   Keterkaitan
Keterkaitan yang dimaksud adalah keterikatan seseorang dengan kelompok sosialnya atau masyarakatnya karena masyarakat adalah sumber dari moralitas itu sendiri
3.   Otonomi
Dimana individu bertanggung jawab dengan atas tindakan mereka. Otonomi baru memiliki kekuatan penuh dalam modernitas ketika mitos dan simbol-simbol sistem moral terdahulu yang digunakan untuk menerapkan disiplin dan menciptakan keterikatan sudah mandul.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
animasi bergerak gif
animasi bergerak gif