EMILE DURKHEIM
Emile Durkheim lahir di Epinal,
Provinsi Lorraine, Perancis Timur pada tanggal 15 April 1858. Durkheim boleh
disebut sosiologi pertama yang sepanjang hidupnya menempuh jenjang ilmu
sosiologi yang paling akademis. Dialah juga yang memperbaiki metode berfikir
sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis
tetapi sosiologi akan menjadi ilmu pengetahuan yang benar katanya apabila
mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat di observasi.
Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis
doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division Of Labour in Society dan
tesisnya dalam bahasa latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895
menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Socological Method. Tahun 1896
diangkat menjadi profesor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang
ilmu sosial.
A. Kritik
atas teori kritik Karl Marx
Emile Durkheim mengkritik atas teori Karl Marx
tentang teralienasi (keterasingan). Keterasingan menjadi titik sentrum
konseptualisasi masyarakat yang digagasnya. Bahkan relasi manusia dengan agama
bagi Marx adalah sebuah wujud keterasingan manusia dengan dirinya sendiri. Marx
mengatakan bahwa agama merupakan penciptaan dari rekayasa imaji manusia karena
Marx menginginkan dirinya dapat ditolong oleh yang dianggapnya illahi, sebuah entitas
yang disembahnya, untuk mewujudkan keinginan dan fenomena alam lainnya. Marx
mengatakan bahwa hal ini menjadi wujud ketidakpercayaan dirinya untuk
menyelesaikan urusan-urusan hidup sehingga perlu bantuan bahkan menggantungkan
pada hal yang disembahnya sebagai hasil ciptaan imajinasinya.
Menurut Emile Durkheim membayangkan bahwa
sembahan-sembahan manusia dari riset yang telah dilakukannya adalah hasil
penciptaan atas pembayangan manusia terhadap apa yang disebut Tuhan. Tuhan
menciptakan manusia, bukan manusia yang menciptakan Tuhan layaknya sembahan
agama duniawi (helenis) seperti patung, matahari, api, dll. Penggantungan diri
terhadap Tuhan dalam konsepsi Islam sendiri bukanlah manifestasi keterasingan
dari diri kemanusiaan sendiri, melainkan titik final dan entitas yang menyertai
adanya ikhtiar atau usaha.
B. Fakta
Sosial
Fakta
sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
1. Dalam
bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap,
diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia
nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum.
2. Dalam
bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif
yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme,
altruisme dan opini.
Secara
garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe yakni struktur sosial dan
pranata sosial. Sifat dan hubungan dari fakta sosial inilah yang menjadi
sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma fakta sosial. Secara lebih
terperinci fakta sosial itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat
tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai keluarga, pemerintah, dsb.
C. Pembagian
Kerja
Masyarakat
modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan
yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan
memaksa mereka akan tergantung satu sama lain. Durkheim berpendapat, ”fungsi
ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting
dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya”. Maka fungsi
sesungguhnya dari pembagian kerja adalah menciptakan solidaritas antara dua
orang atau lebih. Oleh karena itu Durkheim membagi solidaritas menjadi
solidaritas mekanis dan solidaritas organis.
Perbedaan
antara mekanis dan organis diantaranya solidaritas mekanis dicirikan dengan masyarakat
tradisional, tersegmentasi, hukum represif dan kesadaran kolektifnya yang
tinggi. Sedangkan solidaritas organis dicirikan dengan masyarakat modern,
terdiferensiasi, hukum restitutif, dan spesialisasi. Dalam The Divison of Labor, Durkheim menggunakan ide patologi untuk
mengkritik beberapa bentuk “abnormal” yang ada dalam pembagian kerja masyarakat
modern, yaitu :
1. Pembagian
kerja anomik
Adalah
tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang menghargai individualitas yang
terisolasi dan tidak mau memberitahu masyarakat tentang apa yang harus mereka
kerjakan.
2.
Pembagian kerja yang dipaksakan
Patologi
kedua ini merujuk pada fatwa bahwa norma yang ketinggalan zaman dan harapan
bisa memaksa individu, kelompok dan kelas masuk ke dalam posisi yang tidak sesuai
bagi meraka. Tradisi, kekuatan ekonomi atau status bisa menjadi lebih
menentukan pekerjaan yang akan dimiliki ketimbang bakat dan kualifikasi.
3.
Pembagian kerja yang terkoordinasi buruk
· Bunuh Diri
(Suicide)
Teori bunuh
diri Durkheim bisa dilihat ketika pembaca mencermati hubungan jenis-jenis bunuh
diri dengan dua fakta social utamanya yaitu integrasi dan regulasi. Integrasi
merujuk pada kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat. Regulasi merujuk pada
tingkat paksaan eksternal yang dirasakan oleh individu. Durkheim menyimpulkan
bahwa faktor terpenting dalam perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan dalam
perbedaan level fakta sosial.
Empat jenis
bunuh diri, diantaranya adalah :
1.
Bunuh diri Egoistis
Masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi
dengan baik dalam unit social yang luas. Lemahnya integrasi tersebut melahirkan
perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat dan masyarakat bukan pula
bagian dari individu.
2.
Bunuh diri Altruistis
Bunuh diri tipikal ini terjadi ketika integrasi yang
terjadi begitu kuat. Contohnya adalah para samurai Jepang yang memilih bunuh
diri dengan cara harakiri dan dalam kasus mati syahid para pelaku bom di
TimTeng.
3.
Bunuh diri Anomik
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi masyarakat
terganggu. Gangguan tersebut membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya
control terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak
pernah puas terhadap kesenangan. Contohnya adalah ketika seseorang kehilangan
pekerjaan (maka, disisi lain ia kehilangan dan terlepas regulasi yang biasa
mengatur dirinya) dan kemudian rentan terhadap arus anatomi yang bisa saja
menyeret dirinya untuk melakukan bunuh diri.
4.
Bunuh diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Contohnya adalah bunuh
diri yang dilakukan oleh seorang budak karena putus asa akan regulasi yang
setiap saat menekan hidupnya.
Maka
Emile Durkheim menunjukkan kewajiban moral tersebut sebagai salah satu sumber
terpenting dalam solidaritas karena pada dasarnya manusia hidup yang saling
bergantung sehingga perlu adanya aturan-aturan yang mengatur hubungan
masyarakat.
D. Bentuk
Dasar Kehidupan Religius
Dalam
teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan
variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim berasal
dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang
dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar
dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness
sekalipun selalu ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai
simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness
kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah
idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai makhluk yang
paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat).
Agama merupakan lambang collective
representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat
kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara
keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin
bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam
kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut
semakin lemah kembali.
E. Pemujaan
Individu
Didalam diri
manusia terdapat dua hakikat (homo duplex), yaitu (1) didasarkan pada
individualitas tubuh manusia yang terisolasi, dan (2) hakikat manusia sebagai
makhluk sosial yang merupakan nilai tertinggi dan merepretasikan segala sesuatu
yang deminya, manusia rela mengorbankan kedirian dan kepentingan jasmaniah
manusia sendiri.
Pengertian tentang
individualitas berkembang sebagaimana berkembangnya masyarakat. Hal ini terjadi
dengan pembagian kerja yang memahami diri manusia sebagai bagian dari individu.
Ketika manusia sadar tentang individu manusia itu sendiri, kebutuhan dan hasrat
non-sosial tersebut adalah egoisme. Dipihak lain, individu yang menjadi
representasi kolektif dan oleh karena itu mengikat harapan kohesi sosial
disekitar ide individualitas disebut individualitas moral. Homo duplex
merepresentasikan perbedaan antara mengejar ego dan hasrat individualis yang
manusia percaya bahwa semua orang memiliki keadaan yang sama.
F. Pendidikan
Moral dan Reformasi Sosial
Program reformasi
dan pendekatan reformis Durkheim berkaitan dengan keyakinannya bahwa masyarakat
adalah sumber moralitas yang ditentukan oleh fakta bahwa masyarakat perlu
memiliki kemampuan untuk saling menghasilkan tuntutan moral bagi individu.
Moralitas bagi Durkheim memiliki tiga komponen, yaitu :
1.
Disiplin
Otoritas yang menghalangi dorongan-dorongan
idiosinkratis.
2.
Keterkaitan
Keterkaitan yang dimaksud adalah keterikatan seseorang
dengan kelompok sosialnya atau masyarakatnya karena masyarakat adalah sumber
dari moralitas itu sendiri
3.
Otonomi
Dimana individu bertanggung jawab dengan atas tindakan
mereka. Otonomi baru memiliki kekuatan penuh dalam modernitas ketika mitos dan
simbol-simbol sistem moral terdahulu yang digunakan untuk menerapkan disiplin
dan menciptakan keterikatan sudah mandul.
0 komentar:
Posting Komentar