A.
PENGERTIAN APBN
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap tahun pemerintah menghimpun dan
membelanjakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Istilah APBN yang dipakai di Indonesia secara formal mengacu pada anggaran
pendapatan dan belanja negara yang dikelola pemerintah pusat.
Oleh
karena mengacu pada anggaran yang dikelola pemerintah pusat, maka Anggaran
Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD) dan BUMN tidak termasuk. Sesuai
dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, APBN harus diwujudkan dalam bentuk
undang-undang, dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan
Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR.
Oleh karena itu,
proses penyusunan anggaran negara merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan
banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga, dan DPR. Peran aktif DPR
dalam proses penyusunan APBN dalam beberapa tahun terakhir ini, telah
menjadikan proses penyusunan APBN menjadi lebih demokratis, transparan,
obyektif, dan lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN
B. LANDASAN HUKUM
Landasan Hukum
Anggaran Negara tercantum pada Pasal 23 UUD 1945 Pasal 23 (1) yang berbunyi
sebagai berikut: Pasal 23 (1): Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 23 (2):
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
Dewan Perwakilan Daerah.
Pasal 23 (3):
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Pelaksanaan
perencanaan dan penyusunan penganggaran tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 13, 14, dan 15.
Pasal 13 dari UU No 17/2003.
Beberapa
kesimpulan penting landasan hukum penyusunan APBN adalah pertama, pemerintah
mengusulkan RAPBN dan DPR membahas usulan pemerintah tersebut dengan hak untuk
melakukan pembahasan, perubahan, dan pemberian persetujuan atau penolakan.
Kedua,
persetujuan APBN oleh DPR yang terinci menunjukkan bahwa DPR dan pemerintah
bermaksud agar pelaksanaan APBN dengan asas kedisiplinan anggaran tinggi.
Ketiga, dalam
rangka itu pula siklus dan jadwal penyusunan dan pembahasan anggaran sangat
ketat dan rigid (kaku). Dan keempat, pelaksanaan anggaran dilaksanakan oleh
pemerintah (eksekutif) melalui departemen dan lembaga pengguna anggaran serta
diawasi oleh DPR, auditor internal dan eksternal.
C.
FUNGSI APBN
APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
q Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa APBN menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
q Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa APBN menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
q Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa APBN menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
q Fungsi alokasi mengandung arti bahwa APBN harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
q Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBN
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
q Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa APBN menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian
negara.
D.
TAHAP/SIKLUS APBN
Adapun tahapan atau siklus dari APBN adalah, sebagai
berikut (Sugijanto, Gunardi, dan Loho, 1995) :
1. Penyusunan dan pengajuan rancangan anggaran (RUU APBN)
oleh pemerintah kepada DPR
2. Pembahasan dan persetujuan DPR atas RUU APBN dan penetapan
UU APBN
3. Pelaksanaan anggaran, akuntansi dan pelaporan keuangan
oleh Pemerintah
4. Pemeriksaan pelaksanaan anggaran dan akuntansi oleh
aparat pengawasan fungsional
5.
Pembahasan dan
persetujuan DPR atas perhitungan anggaran negara (PAN) dan penetapan UU PAN
E. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN
1.
Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
2.
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi
makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat
dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
3.
Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,
Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan
prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga
dalam penyusunan usulan anggaran.
4.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
5.
Rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai, disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun
anggaran yang sedang disusun yang diatur dengan Peraturan Pemerintah..
6.
Rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
7.
Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun
berikutnya.
8.
Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN,
disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
9.
Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
10. Dewan Perwakilan Rakyat
dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
11. Pengambilan keputusan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
12. APBN yang disetujui oleh DPR
terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja.
13. Apabila Dewan Perwakilan
Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang maka Pemerintah Pusat dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya.
F. PELAKSANAAN APBN
1.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
2.
Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan
prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya
pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara
DPR dan Pemerintah Pusat.
3.
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas
bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan
atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
a. perkembangan ekonomi
makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
b. perubahan pokok-pokok
kebijakan fiskal;
c. keadaan yang menyebabkan
harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja;
d. keadaan yang menyebabkan
saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran
yang berjalan.
4.
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN
dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. (Pemerintah Pusat
mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang
bersangkutan berdasarkan perubahan untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan berakhir).
G. ASUMSI
APBN
Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7
indikator Perekonomian makro, yaitu:
1.
Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
2. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
3. Inflasi (%)
4. Nilai tukar rupiah per USD
5. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
6. Harga minyak indonesia (USD/barel)
7. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
H. STUKTUR APBN
•
Organisasi (disesuaikan
susunan kementrian/lembaga)
•
Fungsi (disusun menurut fungsi)
1.
Pelayanan Umum
2.
Pertahanan
3.
Ketertiban &
Keamanan
4.
Ekonomi
5.
Lingkungan Hidup
6.
Perumahan dan Fasilitas
Umum
7.
Kesehatan
8.
Pariwisata
9.
Budaya
10. Agama
11. Pendidikan
12. Perlindungan Sosial
•
Jenis (disusun
menurut jenis)
1.
Pendapatan
Penerimaan Pajak, Non Pajak, Hibah
2.
Belanja
Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja
Modal, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, dan Belanja Lain-lain
3.
Pembiayaan
I. Perubahan APBN
Penyesuaian APBN
dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan
Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun
anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
§ Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi
yang digunakan dalam APBN.
§ Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal.
§ Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antar jenis belanja.
§ Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan.
§ Dalam
keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran
yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau
disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
§ Pemerintah
mengajukan rancangan undang-undang tentang
terubahan APBN tahun
anggaran yang bersangkutan
untuk mendapat persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
berakhir.
J. Pertanggungjawaban APBN
Pertanggungjawaban
keuangan negara sebagai upaya konkrit mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Pertanggungjawaban disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara
umum.
1.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
§
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada
DPR berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
§
Laporan Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan
lainnya.
2.
Bentuk Dan Isi Laporan Pertanggungjawaban
§
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun
dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
§
Standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang
independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Daftar Pustaka
Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Bastian, Indra.2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar,
Jakarta: ERLANGGA.
0 komentar:
Posting Komentar