5/26/2014

TEORI KRITIK MARXIAN



A.    Kritik Marxian
Strategi konflik Marxian, memandang masyarakat sebagai kebutuhan dan keinginannya. Konflik dan pertentangan menimbulkan dominasi dan subordinasi. Kelompok yang dominan memanfaatkan kekuasaan mereka untuk menentukan struktur masyarakat sehingga menguntungkan bagi kelompok mereka sendiri.
Asumsi yang mendasari teori sosial non Marxian Dahrendorf adalah (1) manusia sebagai Makhluk sosial mempunyai andil dalam terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial, (2) Masyarakat selalu dalam keadaan konflik menuju proses perubahan. Masyarakat dalam berkelompok dan hubungan sosial didasarkan atas dasar dominasi (borjuasi) yang menguasai proletar. Karena tidak adanya pemisahan antara pemilikan dan pengendalian sarana-sarana produksi.
Ia mengkritk teori Marx dengan alasan : (1) Lemahnya dalam konseptualnya dengan mencampuradukkan konflik kelas sebagai perubahan dengan masyarakat kapitalis, (2) pendapat Marx tetang hak milik dalam arti sempit, (3) kapitalisme yang diterangkan Marx mengalami transformasi bukan evolusi, (4) keadaan kapitalisme hanyalah salah satu subtype masyarakat industri pasca industri, dan (5) konflik kelas memuncak karena melibatkan faktor ekonomi dan politik. Fenomena sosial yang dijelaskan meliputi : (1) konflik atau dominasi dalam hal ekonomi dan politik, (2) konflik tidak bisa dihilangkan atau diselesaikan, tetapi hanya bisa diatur, (3) proses konflik dapat dilihat dari intensitas dan sarana (kekarasan). Fungsi konflik menurut Dahendorf adalah (1) membantu membersihkan suasana yang sedang kacau, (2) katub penyelamat ( proses / salah satu sikap serta ide) yang berfungsi dalam permusuhan, (3) keagrsifan dalam konflik yang realitas (dalam kekecewaan) dan konflik tidak realitas (dalam kebutuhan untuk meredakan ketegangan) mungkin terakumulasi dalam proses interaksi lain sebelum ketengangan dalam situasi konflik diredakan, (4) konflik tidak selalu berakhir dengan rasa permusuhan, (5) konflik dapat dipakai sebagai indicator kekuatan dan stabilitas suatu hubungan, dan (6) konflik dengan berbagai Outgruop dapat memperkuat kohesi (hubungan atau kerjasama) internal suatu kelompok.
Dahrendorf melihat yang terlibat konflik adalah kelompok semu yaitu para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kepntingan, yang terdiri dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai strujtur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Seperti halnya consensus dan konflik adalah sebuah realitas sosial. Menurut Marx “kepentingan” selalu dipandang dari segi materialnya saja tetapi sebenarnya menurut dahrendorf “kepentingan” selalu memiliki suatu harapan-harapan. Dalam memegang peran penguasa seseorang tersebut akan bertindak demi keuntungan organisasi sebagai suatu keseluruhan dan dalam kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan. Dahrendorf melihat masyarakat berisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerjasama, sehingga segala sesuatunya dapat dianalisa dengan fungsionalisme struktual dan dapat pula dengan konflik. Harapannya bersama Coser, agar perspektif konflik dapat digunakan dalam rangka memahami dengan lebih baik fenomena sosial. Sebalikmya, Durkheim cenderung, meihat konflik yang berlebihan sebagai sesuatu yang tidak normal dalam integrasi masyarakat. Simmel juga berasumsi bahwa konflik dan ketegangan adalah sesuatu yang “abnormal” atau keduanya merusakkan persatuan kelompok, merupakan suatu perspektif yang penuh bias yang tidak didukung oleh kenyataan.
Dahrendorf dalam mejelaskan konflik berpindah dari struktur peran kepada tingkah laku peran. Tetapi keduanya tidak bisa berjalan bersama-sama dalam bentuk hubungan sebaba-akibat. Karena keduanya tidak dipisahkan secara jelas sebagai fenomena yang berbeda. Masing-masing tergantung pada yang lain tanpa melakukan penjelasan satu sama lain.

B.     Perkembangan Dalam Teori Marxian
Perkembangan Teori Marxian terjadi sejak awal tahun 1900-an sampai dengan tahun 1930-an terlepas dari teori sosiologi arus utama. Dari sini paling-paling yang dapat di kecualikan adalah munculnya majhab Kritis, atau majhab Frankfurt dari Marxian Hengelian awal. Gagasan pendirinya sebuah mazhab yang bertujuan mengembangkan teori Marxian lahir dari Felix J. Weil Institute bertahun-tahun sejumlah pemikir ternama dalam teori Marxian bergabung dengan majhab kri-Max Horkheimer, Theodor, Erich Fromm, Herbert Marcuse, dan yang terbaru juga jurgen habermas.
Intitut ini berjalanm di jerman sampai dengan tahun 1934, namun kemudian mereka semakin merasa tidak nyaman berada di bawah kekuasaan rezim Nazi. Nazi tidak banyak mengunakan gagasan Marx yang mendominasi institute ini, dan kebencian mereka memuncak karena yang bergabung dengan institute ini kebanyakan orang rohani. ( yahudi editor ).
C.    Bangkit dan Merosotnya Sosiologi Marxian
Akhir tahun 1960-an adalah titik ketika teori Marxian akhirnya mulai melakukan serangan signifikan terhadap teori sosiologi Amerika ( Cerullo, 1994 ) semakin banyak sosiologi beralih pada karya asli marx, maupun karya para Marxian, untuk mencari pandangan yang bermanfaat bagi perkembangan sosiologi Marxian. Mula-mula hal ini banyak berarti bahwa para teoritisi ahkirnya membaca Marx secara serius, namun belakangan muncul kajian-kajian Marxian penting yang di lakukan oleh para sosiologi Amerika. Yang sangat penting adalah perkembangan sosiologi Amerika yang di kerjakan dalam sudud pandang Marxian yaitu kelompok yang mengerjakan sosiologi historis dan sosiologi ekonomi dan ada aliran lain yang mengerjakan sosiologi empiris tradisional, Namun  seiring dengan runtuhnya Uni Soviet dan jatuhnya Rezim-rezim Marxis di seluruh dunia. Teori marsian mengalami saat-saat sulit pada tahun 1990-an.
ANALISIS KRITIS
Dalam teori Marxian mengatakan bahwa, strategi konflik Marxian, memandang masyarakat sebagai kebutuhan dan keinginannya. Konflik dan pertentangan menimbulkan dominasi dan subordinasi. Kelompok yang dominan memanfaatkan kekuasaan mereka untuk menentukan struktur masyarakat sehingga menguntungkan bagi kelompok mereka sendiri. Teori kritik tersebut jika dilihat pada zaman sekarang terdapat kemiripan. Yaitu dimana politik di negeri ini kita ketahui bahwa ketika ada pemilihan calon legislatif para partai politik saling berlomba-lomba untuk memperoleh kursi di DPR yang diperuntukkan agar visi dan misi partai tercapai, sehingga partai yang kuat di parlemen lebih berkuasa dalam voting ketika membuat suatu kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA
McGraw, Hill. Teori Sosiologi Modern — Edisi Keenam. Jakarta: Kencana. 2004.

Soekanto, Soerjono. SOSIOLOGI — Suatu Pengantar. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. 1970.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
animasi bergerak gif
animasi bergerak gif